Pages

Saturday 4 April 2015

Makalah Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma'was sifat


TAUHID RUBUBIYAH, ULUHIYAH, ASMA’ WAS SIFAT
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tauhid
Dosen Pengampu : Drs. Zainul Arifin, M.Ag

Disusun Oleh :
1.      Linda Septiani            (124311008)
2.      Maya Ratnasari          (124311009)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014/2015



TAUHID RUBUBIYAH, ULUHIYAH, ASMA’ WAS SIFAT

I.                   PENDAHULUAN
Manusia berdasarkan fitrah dan akal sehat pasti mengakui bahwa Allah itu esa, tidak bersekutu istilah ini yang disebut tauhid. Tauhid adalah kunci dari makna hidup, bahkan manusia dan jin diciptakan hanya untuk bertauhid kepada Allah semata.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling penting bagi tiap-tiap muslim karena bahasan ilmu tauhid ini menyangkut akidah islam. Sedangkan akidah islam merupakan pondasi bagi keberagaman seseorang dan benteng yang kokoh untuk memelihara akidah muslim dari setiap ancaman keraguan dan kesesatan. Tanpa mengetahui ilmu tauhid kita tidak akan mengetahui tujuan hidup yang sebenarnya.
Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai macam-macam tauhid, seperti tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma wa sifat. Setiap macam dari ketiga macam tauhid itu memiliki makna yang harus dijelaskan agar perbedaan antara ketiganya menjadi jelas.

II.                RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan tauhid?
2.      Apa pengertian tauhid rububiyah,tauhid uluhiyah dan tauhid asma  wa’sifat?

III.              PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tauhid
           Asal makna Tauhid ialah karena bagiannya yang terpenting menetapkan sifat “ wahdah “ (satu) bagi Allah dalam zat-nya dan dalam perbuatannya menciptakan alam seluruhnya dan bahwa ia sendiri pula tempat kembali segala alam ini dan penghabisan segala tujuan.[1]
           Menurut  para ahli, ilmu tauhid ialah :

علم يبحث فيه عن اثبات العقائد الدينيةبالأدلة اليقينية

“Ilmu yang membahas segala kepercayaan keagamaan dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan”.[2]
Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik berupa dalil aqli, dalil naqli, ataupun dalil wijdani.[3]
Keyakinan tauhid sebagai pegangan hidup, wajib di jadikan pangkal atau sumber pikiran umat tauhid, dengan arti ketentuan-ketentuan Allah harus menerangi dan menghidupkan roh, dan memberikan nur yang membukakan pikiran dan alam pikiran.[4]

B.   Tauhid Rububiyah
Tauhid al-Rububiyah adalah diambil dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna yaitu : pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa.[5]Secara umumnya dapat diartikan  mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll. Yang semuanya hanya Allah semata yang mampu dalam semua alam semesta. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll.Setelah mengetahui bahwa pencipta kita adalah Allah swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya berada di tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia yang mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita.
Yang dimaksud dengan hal ini ialah bahwa alam raya ini diatur oleh mudabbir (pengelola), pengendali tunggal, tak disekutui oleh siapa dan apa pun dalam pengelolaan dan pen-tadbiran-Nya.  Dialah Allah  (Mahasuci Dia) Pengelola alam semesta ini.Adapun  pentadbiran para  malaikat serta semua sebab  (lantaran) yang saling berkaitan, tidak lain adalah perintah-Nya. Hal ini berlawanan dengan pendapat sebagian kaum musyrikin yang percaya bahwa yang berkaitan dengan Allah SWT hanyalah perbuatan penciptaan dan pengadaan mula pertama saja, sedangkan pentadbiran  dan pengaturan segala jenis makhluk dan benda diatas bumi ini selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada benda-benda langit,malaikat, jin,serta maujudat spiritual yang diperankan oleh berhala-berhala yang disembah. Jadi menurut mereka  tidak ada sangkut paut Allah dalam hal pentadbiran dan pengelolaan urusan segala nya.
Akan tetapi,  dengan jelas dan terang Al-Quran menegaskan bahwa Allah adalah sang pengatur dan  pengelola (al-Mudabbir) bagi alam semesta,  maka yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya.
Allah SWT berfirman dalam QS.Al-A’raaf:       
إن ربكم الله الذى خلق السموات والأرض فى ستة ايام تم استوى على العرش يغشى اليل النها ر يطلبه, حثيثا والشمس والقمر والنجوم ميخرت بأمره ألا له الخلق والأمر تباركالله رب العلمين 
Artinya :
“ Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia menguasai diatas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan (diciptakan –Nya pula)matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya.ingatlah  menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.(QS.Al-A’raf : 54)[6]
Maka, siapa saja yang memiliki pengetahuan, walaupun sedikit, tentang ayat-ayat  Al-Quran, pasti mengetahui manakala Allah SWT menisbahkan banyak dari perbuatan atau tindakan kepada diri-Nya sendiri,  sementara disaat yang sama dan diberbagai ayat lain Ia menisbahkannya kepada selain Dia,  maka yang demikian itu sama sekali tidak mengandung pertentangan (kontradiksi). Sebab, adanya pembatasan timbulnya segala perbuatan pada zat-Nya sendiri saja ialah yang semata-mata bersifat “mandiri sepenuhnya”. Hal ini tidak bertentangan dengan penyekutuan sesuatu selain-Nya dalam perbuatan itu, dalam arti bahwa ia hanya sebagai pelaksana perintah dan kehendak-Nya.[7]
C.   Tauhid Uluhiyah
Ulluhiyyah diambil dari kata al-ilah yang maknanya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan sesuatu  yang ditaati secara mutlak dan total.kata llah ini diperuntukkan bagi sebutan sesembahan yang benar (haq).[8]Tauhid uluhiyyah adalah menyakini bahwa tiada tuhan selain Allah SWT.Ini juga merupakan hasil lain keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia.Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt.,pengaturan dan pengarahan hidup kita diserahkan kepada-Nya.
Anda mungkin telah menyadari bahwa Al-Quran memandang politeisme sebagai sebuah dosa. Ketika dosa-dosa besar diperhitungkan,”politeisme berada dipuncak daftarnya,”demikian dikatakan orang politeisme dalam praktiknya berarti menyembah kepada selain Allah Swt., meskipun si penyembah tidak mempercayai bahwa sembahannya itu patut disembah, dan hanya menyembahnya karena kepentingan-kepentingan tertentu.[9]
Firman Allah SWT:
وإلهكم إله واحد لاإله إلا هوالرحمن الرحيم
Artinya:
“Dan  Tuhanmu  adalah  Tuhan Yang  Maha  Esa  tidak ada  Tuhan  melainkan  Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. Al  Baqarah:163)
Tauhid Uluhiyyah ini berhubungan erat dengan dua hal, yaitu: 1) Amal/perbuatan, 2) Ibadah. Supaya kedua hal tersebut mendapat pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk meyakinkan pentingnya Niat/Ikhlas didalam beramal dan beribadah. Para ulama telah sepakat Niat yang Murni berperan penting dalam meridhoi amal dan ibadah yang kita lakukan sehari-hari.
Ibnu Athoillah menyatakan bahwa Niat/Ikhlas adalah Ruhnya:
“Amal-Amal adalah laksana gambaran-gambaran yang berdiri tegak dan yang menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlas/niat”
Berdasarkan keterangan di atas, amal-amal seperti sholat dan bersedekah tidak akan ada ruhnya dalam arti tidak akan diterima dan diberi pahala apabila tidak diiringi dengan niat yang murni. Sholat yang dikerjakan ataupun sedekah yang berjuta-juta tanpa ada niat yang benar seolah-olah sholat dan sedekah yang berjuta-juta itu laksana jasad yang mati tergeletak tak ada arti.
Oleh karena itu, setiap aktifitas ibadah seperti: sedekah, puasa,  apabila kosong tanpa keikhlasan/niat didalamnya, maka sedekah, puasa, berdzikir tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat (kebiasaan).
Ibnu Abbas menyatakan bahwa:
كل عبادة خلت من الإخلاص فليست عبادة بل هي عادة
“Setiap ibadah yang kosong dari ikhlas/niat, maka itu bukanlah ibadah tetapi ia disebut kebiasaan (adat)”
D.    Tauhid  Al Asma Wa’ al Sifat

      Tauhid al Asma wa al Sifat adalah penetapan dan pengakuan yang  kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran dan petunjuk rasulullah dalam sunnahnya. Mayoritas ulama salaf  yakni ulama yang konsisten dalam mengikuti sunnah rasulullah, pandangan para sahabat dan tabiin yang shalih, menetapkan segala nama dan sifat yang ditetapkan Allah SWT untuk diri-Nya, dan apa-apa yang dijelas oleh Rasullulah bagi-Nya. Tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh tentang sifat Allah SWT).
Sebagaimana firman Allah SWT :

ليس كثله شيء وهو السميع البصير

Artinya:
“Tiada yang menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As Syura : 11)   

      ‘Itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta’ala didasari atas dua prinsip:
1. Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.
2 .Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.

       Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang Asma’ (Nama-Nama) dan ayat-ayat-Nya, tidak menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat diqiaskan dengan makhluk-Nya.

      Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menuturkan Sifat dan Asma’Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat (menolak dan menetapkan) Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus (ash-Shiraathal Mustaqiim), jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.

IV.             KESIMPULAN

 Ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik berupa dalil aqli, dalil naqli, ataupun dalil wijdani.
Tauhid al-Rububiyah adalah diambil dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna yaitu : pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa. Tauhid uluhiyyah adalah menyakini bahwa tiada tuhan selain Allah SWT.Ini juga merupakan hasil lain keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia.Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt.,pengaturan dan pengarahan hidup kita diserahkan kepada-Nya. Sedangkan Tauhid al Asma wa al Sifat adalah penetapan dan pengakuan yang  kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT dalam Al-Quran dan petunjuk rasulullah dalam sunnahnya.
V.                PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga bermanfaat bagi pembaca dan pemakalah sendiri. Dan semoga apa yang kita diskusikan dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah pengetahuan kita. Kami menyadari masih banyak salah dalam penyusunan makalah ini, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun. Terima kasih
DAFTAR PUSTAKA
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam,Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.


H.A. Malik Ahmad, Tauhid Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat,Jakarta: Al-Hidayah, 1980.
Abd Al- ‘Aziz Al –Muhammad As- Salman,Tanya Jawab Masalah Aqidah,Jakarta:Binamenteng Rayaperdana,1986.
Syaikh ja’far subhani,Tauhid dan syirik,Bandung:Mizan,1987.

Muhammad Taqi Mishbah Yazdi,Filsafat Tauhid,Bandung:Arasy,1424 M.









[1] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid
[2] Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta. 1996), h. 1.
[3] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 1.
[4] H.A. Malik Ahmad, Tauhid Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, (Jakarta: Al-Hidayah, 1980 M), cet.        4. h.33.
[5]  ‘Abd Al- ‘Aziz Al –Muhammad As- Salman,Tanya Jawab Masalah Aqidah,(Jakarta:Binamenteng Rayaperdana,1986), cet. 1. h.23.
[6]  Syaikh ja’far subhani,Tauhid dan syirik,(Bandung:Mizan,1987),  h. 17.
[7]  Ibid. hlm.  19 


[8] Ibid. h. 43
[9] Muhammad Taqi Mishbah Yazdi,Filsafat Tauhid,(Bandung:Arasy,1424 M), cet. 1. h. 62.

1 comment:

Designed by Nayla Sejattie | Kumpulan Makalah